Kejadian ini sudah kali ke lima si Telkomsel ngambek lagi. Entah
harus berapa kali saya nulis tentang kekecewaan konsumen Telkomsel di
Papua. Masih sama seperti yang dulu, kabel fiber optik ke Jayapura putus
lagi, dan lagi-lagi telkomsel belum menyiapkan sistem backup untuk
standar koneksi minimal.
Saya sangat menghargai usaha Telkom grup
yang bikin jaringan fiber optik sampai Papua. Dulu ketika sebelum ada
jaringan optik, internet di Papua lambat. Kecepatan download paling
banter hanya mencapai 300 KBps. Tapi semenjak jaringan kabel optik
masuk, dan telkomsel memperkenalkan 4G, kecepatan download bisa mencapai
4 MBps.
Sayangnya, kecepatan 4G tersebut berkali-kali lenyap
gara-gara kabel optik putus. Seingat saya, sejak jaringan fiber optik
dikenalkan akhir tahun 2015, ini sudah kali ke-5 Jayapura mengalami
putus total. Permasalahan utama adalah masyarakat (baca : Gue) sudah
menganggap kebutuhan internet cepat merupakan kebutuhan primer. Sehingga
ketika jaringan putus dan sama sekali tidak bisa akses internet,
suara-suara makian itu terdengar semakin santer.
Putusnya kabel
fiber optik ini juga menyebabkan putusnya harapan para netter di
Jayapura. Yang kami minta sebenarnya bukan kecepatan yang cepatnya
sampai 4MBps, cukup kecepatan yang bisa untuk mengakses internet sekedar
untuk whatsapp, baca berita, dan bersosial media. Namun ketika kejadian
seperti ini, kami sama sekali tidak bisa membuka web apapun. Telkomsel
mengaku sudah menyiapkan backup plan bandwidth cadangan sebesar 950 Mbps
melalui satelit, tapi kenyataannya sama saja, untuk sekedar mengirimkan
pesan whatsapp saja bisa pending 6-10 jam, apalagi untuk stalking
mantan di path/Instagram, sampai sang mantan punya anak 2 pun juga
dijamin kagak bisa kebuka tuh aplikasi.
Sudah sejak jaman
Soeharto masih muda konsumen di Papua membayar biaya seluler sangat
mahal. Tidak adanya competitor menyebabkan telkomsel memaksimalkan
willingness to pay konsumen sampai batas tertinggi. Memang, tidak ada
yang salah. Dalam ilmu ekonomi memang demikian, ketika tidak ada
kompetitor maka maksimalkanlah profitmu sampai batas tertinggi konsumen
mampu membayar. Bisa dibandingkan sendiri biaya telepon, internet, dan
sms di Papua jauh lebih tinggi dibandingkan biaya di Jawa. Ilmu ekonomi
pula lah yang juga mengajarkan bahwa monopoli itu tidak baik bagi
konsumen karena tidak ada trigger bagi produsen untuk meningkatkan
kualitas layanannya. Memang sih ada perbaikan, dari awalnya 2G menjadi
3G. Dari 3G menjadi 4G. Tapi ya begitulah kura-kura, peningkatan
layanan itu hanyalah PHP semata. Seperti si gadis cantik yang
berkali-kali memberikan harapan bagi para cowok untuk mendekatinya,
padahal dia sudah punya cowok 

*saya harus menunggu subuh untuk bisa mengupload tulisan ini. Hal
baiknya, orang-orang jadi rajin bangun pagi dan jamaah sholat subuh di
masjid jadi agak banyakan dibandingkan sebelumnya.
Jayapura, 25 Oktober 2016.
Share This :
0 Comments